Kota Kupang, pena-nusantara.com – Sepak bola adalah bahasa universal yang mampu menyatukan perbedaan, membangun semangat kolektif, serta menjadi sumber kebanggaan bagi suatu daerah. Sayangnya, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), semangat tersebut kerap dirusak oleh tata kelola organisasi yang buruk, khususnya di tubuh Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Asprov PSSI) NTT.
Lembaga yang seharusnya menjadi motor penggerak kemajuan sepak bola di daerah justru sering dipertanyakan profesionalismenya, serta dinilai tidak transparan dalam pengambilan keputusan. Kondisi tersebut diperparah oleh praktik pengisian jabatan dalam organisasi yang lebih didasarkan pada kedekatan politik, bukan pada kompetensi atau rekam jejak. Akibatnya, pembinaan pemain usia dini terabaikan, kompetisi berjalan tidak konsisten, dan potensi atlet lokal tidak terkelola secara optimal.
Salah satu contoh nyata dari lemahnya tata kelola Asprov PSSI NTT adalah pembatalan pelaksanaan turnamen bergengsi El Tari Memorial Cup (ETMC), yang sebelumnya telah diputuskan untuk diselenggarakan di Kabupaten Ende melalui Kongres Luar Biasa tahun 2024. Turnamen ini bukan sekadar ajang kompetisi olahraga, tetapi juga merupakan pesta rakyat serta ruang pembinaan bagi talenta-talenta muda sepak bola NTT.
Keputusan pembatalan ini memicu kekecewaan luas di kalangan masyarakat, pecinta sepak bola, dan tim-tim peserta yang telah mempersiapkan diri secara serius. Lebih memprihatinkan lagi, alasan yang disampaikan oleh Asprov atas pembatalan tersebut tidak disertai penjelasan yang memadai. Asprov menyebut efisiensi anggaran, permintaan sejumlah anggota terkait akomodasi tim, serta situasi politik lokal di Kabupaten Ende sebagai dasar keputusan. Namun, tidak ada informasi yang transparan mengenai proses komunikasi dengan tuan rumah, kesiapan teknis, maupun kendala administratif yang sebenarnya terjadi.
Keputusan yang diambil secara sepihak dan diumumkan secara tiba-tiba mencerminkan ketidakpatuhan terhadap prinsip partisipatif dan akuntabilitas publik yang semestinya dijunjung oleh organisasi olahraga sekelas PSSI. Hegemoni politik dalam dunia sepak bola di NTT bukanlah hal baru, melainkan persoalan yang terus berulang. Sepak bola, yang idealnya menjadi ruang netral untuk menjunjung sportivitas dan prestasi, kerap kali dijadikan alat untuk kepentingan politik kekuasaan. Dari proses pemilihan pengurus hingga pengelolaan anggaran, pengaruh politik sering kali mendominasi dan menjauhkan sepak bola dari semangat fair play.
Situasi ini memperkuat kesan bahwa Asprov PSSI NTT masih dikuasai oleh kelompok tertentu yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau politik dibandingkan kemajuan sepak bola itu sendiri. Organisasi ini terlihat tertutup, tidak demokratis, dan cenderung anti-kritik. Tidak ada pelibatan klub-klub anggota dalam proses pengambilan keputusan penting, termasuk saat pemindahan lokasi ETMC dari Kabupaten Ende ke Kota Kupang.
Selain itu, Asprov juga belum menunjukkan transparansi dalam pelaporan pertanggungjawaban anggaran, terutama saat pelaksanaan ETMC 2024 di Stadion Oepoi, Kota Kupang. Ketidakjelasan dalam pengelolaan dana, termasuk dari hasil penjualan tiket, menimbulkan kecurigaan dari berbagai pihak terhadap tata kelola keuangan yang tidak akuntabel.
Sepak bola harus dikelola secaraโtelanjangโsebuah istilah yang mencerminkan perlunya pengelolaan yang jujur, terbuka, dan profesional. Sepak bola bukan sekadar hiburan atau pertandingan, melainkan representasi dari integritas, kerja keras, dan kepercayaan publik. Tanpa transparansi, kejujuran, dan profesionalisme, sepak bola hanya akan menjadi panggung kepentingan sempit dan manipulasi elite.
Sudah saatnya semua pihak yang terlibat baik pengurus, pemerintah daerah, maupun klub anggota membuka diri terhadap perubahan, menjaga integritas, dan membangun fondasi yang bersih untuk masa depan sepak bola NTT yang lebih bermartabat dan berprestasi. Jika tidak ada pembenahan yang serius, maka ETMC 2025 bukanlah solusi, melainkan awal dari kemunduran panjang sepak bola di Nusa Tenggara Timur.
Oleh: Damasus Lodolaleng